terunyan bali/ Foto Detik.com

Desa Trunyan Bali; Sejarah, Daya Tarik hingga Pemakan Unik


Eastjourneymagz.com–Desa Trunyan adalah salah satu desa kuno di Bali yang terkenal dengan tradisi pemakaman unik.

Desa ini terletak di tepi Danau Batur, tepat di bawah Gunung Batur, sebuah kawasan yang pemandangan yang indah di sekitarnya.

Masyarakat Trunyan adalah bagian dari Bali Aga, yaitu penduduk asli Bali yang mempertahankan tradisi dan budaya kuno mereka.

Keunikan desa ini terletak pada cara penduduknya menjaga warisan leluhur yang berbeda dari kebudayaan Hindu Bali pada umumnya.

Salah satu hal yang paling mencolok dari Desa Trunyan adalah tradisi pemakamannya yang tidak membakar (ngaben) atau mengubur mayat seperti kebanyakan tradisi Hindu di Bali.

Sebaliknya, meletakkan jenasah di bawah pohon Taru Menyan, pohon yang dipercaya bisa menghilangkan bau busuk dari jenazah.

Ritual ini sudah berlangsung selama ratusan tahun dan menjadi daya tarik utama desa ini.

Keunikan budaya dan cara hidup masyarakat di Desa Trunyan menarik banyak wisatawan.

Wisatawan datang bukan hanya untuk melihat tradisi pemakaman, tetapi juga untuk menyaksikan cara hidup masyarakat yang masih memegang teguh adat dan budaya leluhur mereka.

Keaslian tradisi ini menciptakan suasana mistis dan berbeda dari destinasi wisata Bali lainnya.

Mengunjungi Desa Trunyan memberikan pandangan baru tentang kekayaan budaya Bali.

Desa ini bukan hanya tempat wisata, tetapi juga cerminan dari keragaman tradisi yang ada di Pulau Dewata.

Sejarah Desa Trunyan

Tradisi pemakaman desa Trunyan Bali

Desa Trunyan adalah salah satu desa tertua di Bali yang penghuninya adalah masyarakat Bali Aga. Mereka merupakan penduduk asli Bali yang masih mempertahankan tradisi dan budaya leluhur mereka sebelum pengaruh Hindu masuk ke pulau ini.

Nama “Trunyan” sendiri berasal dari dua kata, yaitu “Taru” yang berarti pohon, dan “Menyan” yang berarti harum.

Pohon Taru Menyan ini menjadi salah satu simbol desa karena mampu mengeluarkan aroma wangi yang khas, dan menghilangkan bau dari mayat yang telah berada di bawahnya, bagian dari tradisi pemakaman unik di desa ini.

Menurut legenda, pohon Taru Menyan sudah ada sejak lama dan menjadi pusat kehidupan spiritual masyarakat Trunyan.

Penduduk setempat meyakini Pohon ini sebagai warisan suci dan memiliki kekuatan mistis.

Seiring waktu, masyarakat Trunyan mengembangkan sistem pemakaman yang sangat berbeda dari kebanyakan kebudayaan Bali lainnya. Mereka tiak menguburkan atau melakukan kremasi terhadap jenasah tetapi meletakannya di tanah terbuka di bawah pohon tersebut.

Tradisi ini melambangkan hubungan mendalam antara masyarakat Trunyan dengan alam sekitar dan kepercayaan nenek moyang mereka.

Dalam catatan sejarah, Desa Trunyan merupakan pusat peradaban kuno di Bali, jauh sebelum kedatangan kerajaan-kerajaan Hindu di pulau ini.

Masyarakat Trunyan hidup dalam sistem sosial yang mandiri, memegang teguh adat istiadat yang diwariskan secara turun-temurun.

Hingga saat ini, meskipun banyak wilayah di Bali telah mengalami modernisasi, Desa Trunyan tetap mempertahankan tradisinya, menjadikannya salah satu desa Bali Aga yang paling otentik dan terjaga keasliannya.

Pengaruh dari luar seperti Hindu dan modernisasi hanya sedikit mempengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat desa ini.

Dalam perkembangan sejarah Bali, Desa Trunyan jarang terlibat dalam konflik besar atau perubahan sosial yang mengubah pulau secara keseluruhan.

Hal ini memungkinkan desa tersebut mempertahankan karakteristik uniknya.

Bahkan, hingga saat ini, desa ini tetap dikenal sebagai salah satu tempat di Bali yang menyimpan jejak sejarah Bali kuno, dengan masyarakatnya yang terus mempraktikkan tradisi leluhur tanpa banyak perubahan.

Daya Tarik Desa Trunyan

Desa Trunyan memiliki pemakaman yang unik
Desa Trunyan memiliki pemakaman yang unik

Daya tarik utama dari Desa Trunyan adalah tradisi pemakaman yang sangat berbeda dari kebiasaan masyarakat Bali lainnya.

Masyarakat desa Trunyan, tidak mengkremasi atau mengubur jenazah, melainkan melainkan meletakan Jenazah di atas tanah di bawah pohon Taru Menyan.

Meskipun mereka membiarkan jenazah terbuka, pengunjung tidak akan mencium bau busuk. Pohon Taru Menyan mengeluarkan aroma khas yang mampu menetralkan bau dari jenazah.

Selain tradisi pemakaman, desa ini juga menawarkan pemandangan alam yang memukau.

Terletak di tepi Danau Batur dan di kaki Gunung Batur, Desa Trunyan dikelilingi oleh panorama pegunungan yang hijau dan danau yang tenang.

Pemandangan alam yang spektakuler ini memberikan suasana yang tenang dan damai, cocok untuk wisatawan yang ingin merasakan kedamaian sambil menikmati keindahan alam.

Pengunjung juga dapat belajar lebih dalam tentang kehidupan masyarakat Bali Aga yang tinggal di desa ini.

Masyarakat Trunyan mempertahankan tradisi yang berbeda dari masyarakat Bali pada umumnya, termasuk dalam aspek arsitektur, bahasa, dan adat istiadat sehari-hari.

Wisatawan dapat berinteraksi dengan penduduk lokal dan memahami lebih dalam tentang kehidupan mereka.

Lokasi

Desa Trunyan terletak di tepi timur Danau Batur, Kabupaten Bangli, Bali. Untuk mencapai desa ini, wisatawan harus menyewa perahu dari dermaga Danau Batur karena akses darat sangat terbatas.

Desa ini tersembunyi di balik bukit, sehingga perjalanan dengan perahu adalah satu-satunya cara untuk mengunjunginya.

Meskipun jarak dari kawasan wisata Ubud atau Kuta cukup jauh, perjalanan menuju Trunyan menawarkan pemandangan alam yang memukau.

Waktu yang Tepat

Pemandangan desa Trunya
Pemandangan desa Trunyan/ Foto duniart.com

Waktu terbaik untuk mengunjungi Desa Trunyan adalah pada pagi hingga siang hari. Cuaca di sekitar

Danau Batur cenderung sejuk pada pagi hari, dan kabut pegunungan biasanya mulai turun di sore hari. Sebaiknya, hindari musim hujan karena kondisi perahu bisa menjadi kurang nyaman.

Musim kemarau antara April hingga Oktober adalah waktu terbaik untuk berkunjung karena cuaca cerah dan air danau lebih tenang.

Harga

Biaya untuk mengunjungi Desa Trunyan bervariasi tergantung pada jasa perahu yang Anda gunakan.

Rata-rata, harga sewa perahu untuk perjalanan pulang-pergi dari dermaga Danau Batur berkisar antara Rp 600.000 hingga Rp 1.000.000, tergantung pada jumlah penumpang.

Selain itu, ada tiket masuk untuk melihat area pemakaman.

Biaya tambahan ini umumnya digunakan untuk pemeliharaan situs pemakaman dan lingkungan sekitar.

Cara ke Sana

Untuk menuju Desa Trunyan, Anda harus terlebih dahulu menuju Kintamani, daerah di sekitar Gunung Batur. Dari Kintamani, perjalanan dilanjutkan ke dermaga di Danau Batur.

Setelah tiba di dermaga, Anda bisa menyewa perahu untuk menyeberang ke Desa Trunyan. Perjalanan dengan perahu ini memakan waktu sekitar 20-30 menit.

Jika Anda menggunakan kendaraan pribadi, parkir tersedia di sekitar dermaga, namun pastikan untuk mempersiapkan perjalanan dengan baik karena akses terbatas.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous post Mengatasi Kehilangan atau Keterlambatan Bagasi Saat Bepergian
mencegah sunburn Next post Cara Mencegah Sunburn Selama Liburan dengan Tips Berikut