“Keistimewaan” NTT Not for Sale

Eastjourneymagz.com—Begini Sob, sepertinya saya itu termasuk orang yang loadingnya lama. Saat orang marah saya
diam, saat orang diam saya marah.

Nah termasuk juga saat membahas omongan seorang anggota Dewan yang terhormat beberapa waktu lalu
yang viral di Tiktok.  Terus terang saya baru Marah!

Saya dengar-dengar dari video yang beredar di medsos anggota dewan Komisi V DPR RI berbicara begitu lantangnya.

Saya sih suka dengan orang yang suka berbicara lantang, tapi juga harus melihat isinya. Biar ketauan yang ngomong atau tong
(kosong).

Dikutib dari Detik.com, dalam video 60 detik itu anggota komisi V DPR dari fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Jambi, A Bakri HM mengatakan kalau NTT sebenarnya tidak istimewa.

“Saya kemarin diajak teman-teman komisi V (DPR) kunjungan ke NTT. Tidak ada yang istimewa di sana. Paling yang istimewanya komodo saja,” kata dia saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirjen Cipta Karya dan Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) pada Selasa, (26/1) lalu.

Tradisi Berburu Paus di Lamalera

Demi Nama Keadilan

Suara lantang Pak Dewan menurutnya sendiri adalah upaya penegakan keadilan. Mungkin ia terinspirasi oleh ucapan Lucius Calpurnius Piso Caesoninus yang hidup pada 43 SM yang terkenal itu. “Fiat justitia ruat caelum”, artinya Hendaklah keadilan ditegakkan, walaupun langit akan runtuh.

Pejuang keadilan itu luar biasa Sob! Akan tetapi keadilan atau Justice jangan sampai sangat mudah diucapkan tapi tidak dilaksanakan. Sepertinya tidak sedikit anggota Dewan juga memiliki keistemewaan itu. Mudah menyebut keadilan tapi susah melaksanakannya.

Memperjuangkan keadilan seperti yang dilakukan pakDewan itu, kedengarannya begitu keren. Akan tetapi apalah gunanya memperjuangkan keadilan dengan mengabaikan keadilan itu sendiri.

Menyebut NTT tidak istimewa bagi saya berarti ketidakadilan sedang mulai meroda, menggelinding dan menghancurkan. Itu adalah upaya mempertontonkan ketidakadilan itu sendiri.

Mengapa? Karena ketidakadilan mulai tumbuh dari kurangnya pengakuan terhadap yang lain. Perasaan mengabaikan yang lain. Menganggap diri lebih hebat dan “hyper” nyaman dengan diri sendiri (bersikap eksklusif).

Maka pantaslah ketika ungkapan NTT tidak istimewa tidak mendapat tempat bagi orang-orang NTT. Tidak ada kata ampun untuk kata-kata seperti itu.

Tapi kalau memaafkan orang-orang Seperti Pak Dewan ini pasti masyarakat NTT mau kok. “Kami” di NTT, murah hati dan tidak murahan.

NTT, Not for Sale

Perlu dicatat bahwa soal keistemewaan di NTT tidak bisa dibeli dengan uang proyek Pariwisata Premium.

Dengan kata lain tanpa Pariwisata Premium NTT tetaplah “istimeva” mengutip kata mutiara dari selebgram “mevah” Denise Chariesta.

Berdasarkan data kementerian Pariwisata dana yang digelontorkan untuk Pariwisata Premium Labuan Bajo adalah sejumlah 28 Triliun
(Data tahun 2019).  

Berapapun nilai investasi Pariwisata Super Prioritas NTT jelas tidak mampu membeli keistemewaan daerah itu.

Dana sebesar itu mungkin kedengaran tidak adil bagi Pak Dewan dan merasa perlu untuk dibagi-bagi.

Silahkan urus uangmu itu, tapi jangan mencabik-cabik keistimewaan NTT. Ingat NTT Not for Sale!

Dian  Sastro sedang asyik berkuda di tanah Sumba/Foto Istimewa
 

Selain itu, merasa tidak adil bahwa ketika NTT yang kompleks dengan memiliki 1.192 pulau ini dilihat hanya dari kacamata wisata Super Premium saja. Atau NTT hanya dilihat dari Labuan Bajo saja. Pantas sajabaru masuk ke Pulau Komodo seolah-olah sudah jalan di 1.192 pulau di NTT.

Pak Dewan mungkin hanya mengenal Pulau Komodo, Rincadan juga kepulau-pulau besar yang lainnya seperti Flores, Lembata Sumba, Timor dan Alor.

Itupun mungkin hanya numpang lewat saja dan kerjanya hanya rapat, rapat, rapat dan rapat saja tanpa mengetahui lebih dalam tentang NTT.

Jangankan Pak Dewan yang berasal dari Jambi ini, anggota DPR dari NTT sendiripun kewalahan memahami NTT yang begitu rumit. Bukan saja soal menjangkaui daerah-daerah tadi tetapi juga memahami tradisi atau adat istiadat, suku, budaya, agama, bahasa yang tentu saja beragam dari wilayah yang satu dengan wilayah yang lain.

Sekedar info saja daerah NTT memiliki 18 suku bangsa, 69 bahasa daerah, 50 jenis busana adat dan ribuan motif tenun. Itupun belum dibagi ke dalam sub-sub dan clan suku. Satu kabupaten saja bisa lebih dari satu
bahasa.

Saya juga tidak mau terjebak untuk mengisahkan NTT dari destinasi wisata saja. Cara seperti itu terlalu picik dan eksploitatif karena hanya memuaskan hasrat wisata saja. Itu oportunis. Dan bukan cara anak bangsa ini memandang sesamanya.

Oleh karena itu terlalu naif kalau hanya pergi ke beberapa tempat tapi sudah men-judge secara keseluruhan tentang NTT. Sederhananya Jangan Sok Tau!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous post Pendiri Pasar Muamalah yang Heboh di Jagat Maya Diringkus Polisi
Next post Sandiaga Uno Ajak Industri Kembangkan Paket Wisata Bersekolah dan Bekerja dari Destinasi