Kearifan Lokal Menjadi Modal untuk Wisata Berkelanjutan di Era Kebiasaan Baru


Sumber Geotimes

Eastjourneymagz.comKementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mendorong masyarakat Indonesia untuk memanfaatkan kearifan lokal di daerah masing-masing sebagai upaya membangun pariwisata berkelanjutan di era adaptasi kebiasaan baru.

Staf Ahli bidang Pembangunan Berkelanjutan dan Konservasi Kemenparekraf/Baparekraf, Frans Teguh, dalam keterangannya, Senin (31/8/2020), mengungkapkan Indonesia sebagai negara yang terdiri dari beraneka ragam budaya memiliki berbagai macam kearifan lokal yang dapat menjadi potensi wisata yang menarik bagi wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara. Sehingga, keanekaragaman kearifan lokal tersebut menjadi hal yang penting dalam membangun pariwisata berkelanjutan.
Baca Juga

“Kebudayaan merupakan dasar pembangunan kepariwisataan Indonesia. Pengembangan destinasi wisata sebagai salah satu pilar pembangunan kepariwisataan nasional esensinya merupakan pemanfaatan warisan kebudayaan itu sendiri,” kata Frans.

Sebelumnya, Frans berbicara dalam webinar Sustainable Tourism Development Forum dengan tema “Kearifan Lokal dan Amdal Budaya dalam Pembangunan Kepariwisataan Berkelanjutan di Era Adaptasi Kenormalan Baru” pada 27 Agustus 2020.

Frans mengatakan salah satu sektor pariwisata Tanah Air yang diminati oleh wisatawan adalah wisata budaya yang berbasis keunikan dari tradisi dan kearifan lokal suatu daerah. Oleh karena itu, ia menilai perlu ada pengelolaan kepariwisataan yang mengedepankan nilai-nilai luhur dan kebudayaan bangsa, nilai-nilai keagamaan, serta kelestarian dan mutu lingkungan hidup.

“Jadi dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan, kebudayaan suatu daerah harus diutamakan. Kegiatan pembangunan kepariwisataan semestinya dapat berkontribusi dalam perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan,” katanya.

Ketua Dewan Kepariwisataan Berkelanjutan Indonesia, I Gede Ardika menambahkan, kearifan lokal dan kekayaan budaya setempat merupakan warisan yang harus dijaga oleh seluruh kalangan, terutama oleh masyarakat setempat dengan memperhatikan aspek kesejahteraan masyarakat.
Baca Juga:

“Kebijakan pembangunan kepariwisataan dan kegiatan kepariwisataan harus dilaksanakan dengan memperhatikan keindahan, nilai arkeologis dan budaya yang harus dilindungi, untuk diteruskan kepada generasi mendatang. Selain itu, kegiatan kepariwisataan juga harus bisa menjamin agar produk budaya tradisional, kerajinan, dan folklore tetap dapat berkembang dan tidak menjadi produk standar,” ujar Ardika.

Sementara itu, Direktur Utama Lembaga Strategi Pemberdayaan dan Pengembangan Masyarakat dan Budaya (Lemstrada) Universitas Indonesia, Prudentia MPSS, menuturkan pemanfaatan kearifan lokal juga perlu dibarengi dengan analisis dampak lingkungan (amdal) dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan. Amdal berfungsi sebagai bahan perencanaan pembangunan suatu destinasi wisata dan memberikan informasi terhadap masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha.

“Untuk mengembangkan pariwisata berkelanjutan, kita perlu membuat suatu pemetaan terlebih dahulu. Seperti peta perkembangan objek kebudayaan di seluruh wilayah Indonesia, peta perkembangan faktor budaya, peta Sumber Daya Manusia kebudayaan, lembaga kebudayaan, dan pranata kebudayaan di seluruh wilayah Indonesia untuk mengidentifikasi sarana dan prasarana kebudayaan di seluruh wilayah Indonesia, serta permasalahan yang dihadapi dan bagaimana cara mengatasinya,” jelas Prudentia.

Dalam kesempatan tersebut, Peneliti Ahli Utama Direktorat Kebijakan Strategis Kemenparekraf/Baparekraf, Robby Ardiwidjaja, menyebutkan masyarakat di sekitar destinasi wisata perlu meningkatkan pemanfaatan budaya dan lingkungannya yang bertumpu pada keunikan dan kelokalan dari akar budaya kehidupan keseharian sebagai daya tarik wisata secara berkelanjutan.

“Pemanfaatan kearifan lokal sebagai potensi wisata ini memberikan peran kepada masyarakat untuk memperkenalkan sekaligus menciptakan apresiasi dan kepekaan terhadap nilai-nilai sosial, budaya, dan tradisi setempat. Hal ini juga bisa membuka kesempatan kepada masyarakat setempat untuk menjadi pelaku-pelaku dalam kegiatan pariwisata budaya baik secara aktif maupun pasif,” tutur Robby.

Hal senada juga disampaikan oleh anggota Lemstrada UI, Heriyanti O. Untoro yang menilai, dalam pengutamaan kearifan lokal, perlu ada keterlibatan masyarakat setempat bekerja sama dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mengembangkan tradisi dan destinasi wisata, terutama di masa adaptasi kebiasaan baru pascapandemi COVID-19.

“Pemanfaatan kearifan lokal ini bisa memperkuat dan melestarikan identitas budaya lokal. Semakin banyak budaya yang dilestarikan, akan semakin meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat,” ucap Heriyanti.
Baca Juga:

Sementara itu, Direktur Perfilman, Musik, dan Media Baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Ahmad Mahendra, menyatakan pihaknya telah melakukan upaya pengutamaan dan konservasi kearifan lokal untuk dapat dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan dan potensi wisata. Yaitu melalui gerakan nasional dan pembuatan film “Rekam Pandemi” yang dilaksanakan bekerja sama dengan Asosiasi Dokumenteris Indonesia.

“Kami menginisiasi program “Rekam Pandemi” ini sebagai upaya memberikan stimulus dan jaring pengaman sosial bagi pekerja seni dan budaya yang terdampak, khususnya dokumenteris (pembuat film dokumenter). Selain itu, kegiatan ini diharapkan ke depan dapat dipakai sebagai modal pengelolaan dan pengembangan budaya,” ucap Ahmad.

Dalam kesempatan itu para peserta berharap untuk dapat segera diimplementasikannya tools dan indikator analisis dampak lingkungan (Amdal) Budaya dalam rangka pembangunan kepariwisataan berkelanjutan.
Baca Juga:


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous post 5 Tempat Wisata Budaya dan Religi di Indonesia yang Harus Menjadi daftar Kunjunganmu
Next post Indonesia Falk Tales Optimis Bisa Jaya di Masa Pandemi melalui Virtual Ivent