Ria Rago Salah Satu Film Dokumenter Tertua dari Ende, NTT, Karya Misionaris Belanda
Eastjourneymagz.com–Siti Nurbaya merupakan Novel Indonesia yang ditulis oleh Marah Rusli dan diterbitkan oleh Penerbit Balai Pustaka.
Dalam film ini mengisahkan bagaimana martabat perempuan direndahkan. Nurbayah dinikahkan dengan Datuk Maringgih, seorang hartawan namun berprilaku kasar.
Ayah Nurbaya mendapat keuntungan dari pernikahan itu karena dapat bebas dari berbagai utang.
Kisah Kawin paksa ini juga terjadi di Flores dalam film Ria Rago.
Gadis yang beragama Katolik berasal dari Desa Noea Nelloe dipaksakan oleh orangtuanya untuk menikah dengan Dapa Doki.
Ia direncanakan untuk menjadi Istri kedua dari Dapo Doki yang berbeda keyakinan dengannya.
Ria tidak menyetujui pernikahan tersebut meski maharnya sangat besar.
Ia tidak mencintai lelaki itu, apalagi lelaki itu sudah memiliki istri. Dalam film tersebut tampak Ria Rago mempertahankan imannya meski ia harus diikat dan dipaksa menikah.
Ia terus berdoa senbari memegang erat rosario di tiang tempat ia diikat.
Ria Rago merupakan tokoh utama dalam film ini.
Latar filmnya menggambarkan suasana masyarakat Ende zaman itu.
Film ini ditulis oleh misionaris eponim dari tahun 1930 oleh Pastor Simon Buis. Pastor Simon Buis (1892-1960) dari Kongregasi Sabda Allah (Societatis Verbi Divina – SVD).
Ia merupakan salah satu misionaris Belanda yang sangat terkenal di zamannya.
Film Flores, yang diedit olehnya dari tahun 1925 menginspirasi banyak orang untuk menjadi seorang misionaris.
Film ini diambil oleh juru kamera Jerman Willy Rach.
Pada 1930 ia membuat film misionaris baru yang sekali lagi diputar di Flores: Ria Rago.
Dia dibantu oleh, Pastor Piet Beltjens. Judul lengkap film ini Ria Rago, pahlawan wanita di lembah Ndona.
Kehidupan pengorbanan dan kematian. Pengorbanan seorang gadis muda Kristen .
Film dokumenter berjudul “Ria Rago” menggambarkan konsisi Ende zaman itu. Dalam Film tersebut tampak masyarakat dalam kesehariannya.
Latarnya merupakan perkampungan-perkampungan zaman dulu. Film ini diangkat dari cerita rakyat di Ndona Ende pada tahun 1923.
Dalam film yang ditayangkan hampir dua jam tersebut tampak juga latar belakang Biara para misionaris dan juga rumah sakit dan panti.
Film ini tidak ada audio dan menjdi salah satu film dokumenter tertua.