Tradisi Wiwitan, Kearifan Lokal yang Terus Dipertahankan Oleh Masyarakat Jawa

Tradisi Wiwitan/Foto Spesial

Eastjourneymagz.comSetiap daerah memiliki kearifan lokal untuk mempertahankan keasrian lingkungannya. Di tanah Jawa terdapat tradisi wiwitan yang hingga saat ini masih dipertahankan oleh masyarakat Jawa.

Wiwitan merupakan ritual adat berupa pemberian persembahan sebelum berlangsungnya panen padi. Disebut sebagai ‘wiwitan’ karena arti ‘wiwit’ adalah ‘mulai’, memotong padi sebelum panen diselenggarakan.

Ritual ini merupakan bentuk ucapan terima kasih dan rasa syukur kepada bumi. Tradisi ini diwariskan turun temurun bahkan dimulai sebelum agama-agama besar masuk ke Indonesia.

Dalam tradisi Jawa Bumi adalah Sedulur Singkep. Melansir Langgar.co, Sedulur Singkep bermakna bahwa Bumi dan manusia yang merupakan saudara yang saling melengkapi, menghormati, merawat dan menjaga untuk kelestarian yang berkelanjutan.

Ritual ini juga dipersembahkan kepada Dewi Sri atau Dewi Padi sebagai wujud terima kasih masyarakat kepada Sang Dewi atas hasil panen tersebut. Masyarakat Jawa mempercayai, Dewi Sri lah yang menumbuhkan padi sebelum panen.

Dewi Sri

Karya seniman penggarap patung Dewi Sri, I Gusti Ngurah Arya Udianata/Foto Spesial

Dewi Sri dalam tradisi Jawa merupakan dewi pertanian,
dewi kesuburan pulau Jawa dan bali. Ia adalah dewi padi dan sawah sehingga ia
selalu dikenal dalam upacara Padi dan Sawa seperti wiwitan.

Ia juga dikenal sebagai Nyai Pohaci Sanghyang Asri
dalam bahasa Sunda. Pemujaan terhadap Dewi Sri dimulai sejak masa pra-Hindu dan
pra-Islam di Pulau Jawa. Hal itu berlangsung sejak kerajaan Majapahit dan Pajajaran

Kebanyakan kisah atau mitos tentang dewi Sri selalu
dihubungkan dengan padi atau asal mula padi. Ini juga menjadi alasan mengapa ia
disebut Dewi Padi. Ia juga dikaitkan dengan dewi kesuburan.

Bagaimana Acara Itu Berlangsung

Tarian saat tradisi Wiwitan/Foto Spesial.

Saat acara Wiwitan berlangsung, semua warga yang terlibat berada di Sawah yang sudah hendak dipanen. Warga menyiapkan berbagai peralatan untuk berlangsungnya upacara tersebut.

Beberapa diantaranya kendil yang berisi air, ani-ani (alat untuk memetik padi), bunga mawar, menyan serta kain jarik untuk membungkus padi yang dipanen.

Acara akan dipimpin oleh tetua yang biasa disebut mbah kaum. Ia akan memimpin doa dan kemudian memotong padi yang sudah disiapkan.

Setelah acara selesai warga akan membagikan makanan yang sudah disiapkan kepada warga sekitar. Ini merupakan kenduri bersama sebagai upacara syukur dan kebersamaan antara warga. Dalam kesempatan ini sekaligus menjadi ajang silaturahmi.

Sumber lain mengungkapkan dalam acara tersebut pemilik lahan juga biasanya menyediakan makanan dan menaruhnya di tengah sawah. Terdapat empat bungkusan makanan akan diletakkan di empat sudut sawah. Ini merupakan simbol kiblat papat siji pancer.

Saat memetik padi, jumlah tungkai padi disesuaikan dengan hari pasaran Jawa. Tungkai padi yang pertama kali dipetik akan dibawa ke rumah oleh pemilik sawah dan ditaruh atau ditempel di dinding rumah. Padi yang dibawa pulang ini akan menjadi motivasi bagi pemilik sawah untuk selalu bersyukur.

Saat acara syukuran berlangsung, pada upacara wiwitan diselibkan berbagai acara seperti atraksi kesenian yang kental dengan Nuansa Tradisional diantaranya gejog Lesung, Seni topeng Pengusir Hama, Sendratari Boyong Dewi Sri dan juga Pameran Produk lokal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous post Doyan Ngopi Nguras Isi Dompet, Benarkah?
Next post Sandiga Uno dan Airlangga Hartarto Bahas Dana Hibah Pariwisata untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)