Edy Prabowo Ditangkap KPK, Greenpeace Kebijakan Setahun Terakhir Bekerja untuk Oligarki
Menteri Edy Prabowo (Kiri) bersama Mantan Menteri KKP Ibu Susi Pudjiastuti (kanan) |
Eastjourneymagz.com—Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait dugaan transaksi untuk memuluskan proses penetapan calon perusahaan ekspor benih lobster atau benur.Hal ini menjadi pertanda bahwa kebijakan tersebut sarat akan kepentingan kelompok tertentu.
Afdillah, Juru Kampanye Laut, Greenpeace Indonesia mengungkapkan dugaan korupsi terkait ekspor benur menunjukan bahwa kebijakan KKP ini telah menjadi ladang bisnis segelintir pihak di sektor perikanan dan kelautan yang membuka celah terjadinya penyalahgunaan kewenangan.
Baca Juga: Diaspora Maggarai Raya Menolak Tegas Hasil Studi AMDAL Rencana Pertambangan Batu Gamping di Matim
“Dalam setahun terakhir kebijakan Menteri Edhy hanya berpijak pada eksploitasi sumber daya kelautan dan perhitungan profit semata ketimbang kebutuhan ekologi,” kata dia dilansir dari laman Greenpeace Indonesia.
Ia menambahkan setidaknya ada 5 aspek kebijakan KKP dalam kurun waktu setahun terakhir yang perlu dievaluasi karena lebih menguntungkan kepentingan oligarki dan berpotensi menimbulkan kerusakan ekosistem laut dan kerugian negara lebih besar, yaitu:
1. Pembukaan keran ekspor benur lobster
2. Pembolehan kembali alat tangkap cantran
3. Pencabutan bobot batas ukuran kapal ikan
Baca Juga: Maradona, Gol Tangan Tuhan yang Telah Dipanggil Tuhan
4. Penenggelaman atau pemusnahan terhadap kapal ikan yang terbukti terlibat perikanan ilegal tidak lagi prioritas; dan
5. Kemudahan perizinan usaha kapal ikan di atas 30 GT, sehingga proses verifikasi kepatuhan pemilik kapal dapat terabaikan.
“Kami berharap KPK dapat mengembangkan dugaan kasus korupsi ini secara menyeluruh. Pasalnya kebijakan-kebijakan tersebut telah mengorbankan kepentingan rakyat terutama nelayan dan pembudidaya ikan serta keberlanjutan sumberdaya ikan,” bebernya.
“Presiden harus menjadikan ini sebagai momentum untuk membersihkan kementerian atau lembaga eksekutif dari kepentingan oligarki yang bernuansa bagi-bagi jatah untuk kroni politik.” imbuh Afdillah.
Sumber: Greenpeace Indonesia
Artikel Pilihan