Estjourneymagz.com-Ketua Umum Indonesian Conference on Religion and Peace
Musdah Mulia menyatakan Indonesia adalah negara demokrasi hukum bukan teokrasi.
Karena itu kata Musdah tidak boleh ada kelompok-kelompok yang ingin mengubah
Ideologi negara Indonesia menjadi ideologi agama.
“Itu bertentangan dengan prinsip berdirinya bangsa
Indonesia yang telah dirumuskan oleh para Founding
Fathers dan Founding Mothers bangsa Indonesia. Ajaran agama cukup menjadi
landasan etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata dia dalam Seminar
Nasional Vox Point Indonesia dalam rangka memperingati hari Kesaktian
Pancasila, Kamis, (1/10).
Ia menyebut pentingnya memahami kondisi demokrasi
Indonesia untuk memahami siapa yang mencoba menjadikan Pancasila sebagai alat
kepentingan. Ia menuturkan berdasarkan indeks demokrasi Indonesia sejak tahun
2007 hingga saat ini (12 tahun) perjalanan demokrasi Indonesia itu tidak
mengalami perkembangan significant.
“Boleh dikatakan mengalami pengunduran. Bahwa
demokrasi kita dalam tataran prosedural. Belum pada tataran substantif. inikan
mengerikan sebetulnya,” kata dia.
Menurutnya setelah tumbangnya orde baru tahun 1998 maka
reformasi muncul dan keran demokrasi dibuka. “Saat itu bukan hanya udara segar
yang masuk tetapi juga serangga, virus, kuman dan udara kotor. Itulah yang
disebut penumpang gelap demokrasi. Kelompok yang anti demokrasi,”
Ia menilai mereka juga menggunakan perangkat dan
insitusi yang ada seperti parlemen, UU pemilu untuk mengungkap pandangan anti
demokrasi. Ironisnya hal itu terjadi justru di dalam demokrasi itu sendiri.
“Mereka menggunakan space demokrasi untuk mengekspose dan mengungkapkan anti demokrasi secara
leluasa ke publik. Karena itu kita harus melek politik untuk mengetahui siapa
yang memanfaatkan pancasila sebagai alat untuk memenangkan kepentingan mereka,”
bebernya.
Ia juga mempertanyakan pihak tersebut yang menentang
pluralisme sebagai pilar demokrasi. Tindakan tersebut patut dicurigai karena
pihak tersebut mengaku pro demokrasi akan tetapi menolak pluralisme.
“Sejumlah survey tentang kehidupan berbangsa dan
bernegara menyebut ntoleransi menguat di tanah air. Hal ini bertentangan dengan
demokrasi. Bagaimana mungkin pluralisme dibangun tanpa toleransi?” tanyanya.
Sementara itu, ketua umum Vox Point Indonesia, Yohanes
Handojo Budhisedjati mengungkapkan pada hari Kesaktian Pancasila sangat penting
untuk merefleksikan Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara. Menurutnya
pristiwa pemberontakan PKI pada tahun 1965 merupakan ujian bagi keberadaan
Pancasila.
“Hari ini kita merayakan kesaktian Pancasila. Pemberontakan
PKI telah melukai dan mencabik-cabik kedaulatan negara kita. PKI sangat melukai
kebhinekaan kita,” bebernya.
Lebih lanjut ia menjelaskan pemberontakan dilakukan
oleh parta yang saat itu berada di posisi ke-4 sebagai salah satu partai terbesar
akhirnya dapat di tumpas. Hal itu karena kesadaran bangsa Indonesia akan
Pancasila sebagai dasar negara.
“Bangsa Indonesia akhirnya luput dari badai (PKI), perpecahan
dan bisa berdiri kokoh hingga saat ini,” terangnya.
Meski demikian Handojo mengingatkan belum semua bisa
menjadikan Pancasila sebagai way of life.
“Diskriminasi masih terjadi, toleransi menjadi kata keramat dan rumah
ibadatpun menjadi persoalan.”
“Pancasila harusnya menjadi panutan bagi bangsa
indonesia. Pancasila harus diamalkan dalam kehidupan sehari sebagai anak bangsa
bukan membangun tembok,” tegas Handojo.
Direktur Pengkajian Materi, Badan Pembinaan Ideologi
Pancasila Republik Indonesia (BPIP RI) Muhammad Sabri menjelaskan Pancasila
sebagai Dasar Negara (philofische gronsdlag) yang merupakan ideologi yang
mempersatukan juga sebagai bintang penuntun dinamis bagi kemajuan bangsa.
“Pancasila sebagai common platform, sebagai “Titik Tumpu”, “Titik Temu” dan “Titik
Tuju” bersama seluruh bangsa Indonesia. Persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia
hanya bisa terwujud sejauh Pancasila masih menjadi landasannya,” kata dia.
Menurutnya minimnya pemahaman terhadap Pancasila
sebagai common platform berbangsa dan
bernegara, membuat warga amat mudah pecah belah. Untuk itu kata dia
kontekstualisasi Pancasila sangat dibutuhkan.
“kontekstualisasi pancasila sangat di perlukan
saat ini. Teks pancasila tidak boleh dipersoalkan lagi tapi bagaimana
menghidupi dan mendialogkan teks pancasila tersebut,” tuturnya.
Sementara Federikus Fios, Direktur Direktorat
Pancasila Vox point Indonesia Pancasila
menjelaskan sebagai dasar dan ideologi negara adalah suatu hal yang sudah final
bagi negara Indonesia. Meski demikian sebagai nilai yang teraktualisasikan
secara dinamis, kreatif, aktual, kontekstual dan hidup masihlah belum final
atau proses becoming (menjadi).
“Pancasila penting diterapkan untuk pembentukan
karakter generasi milenial dan mendukung pembangunan berkelanjutan ramah
lingkungan,” kata dia.
Frederikus menyebut perlunya mewaspadai isu-isu
terkini yang menantang perkembangan kepribadian generasi milenial khususnya dan
manusia Indonesia pada umumnya.
“Pancasila perlu disosialisasikan kepada generasi milenial
dengan model praktik langsung memanfaatkan sarana atau fasilitas teknologi
untuk kampanye nilai-nilai Pancasila melalui musik, kartun, karikatur, lagu,
seni, budaya, media online,” tutupnya.