Tradisi Gebug Ende di Bali: Tarian Meminta Hujan


Para Pemain Gebug Ende sedang bertarung sengit/Foto Tribun Bali.

Eastjourneymagz.comBali adalah salah satu daerah yang menyimpan sejuta kekayaan tradisi di Indonesia. Mata dunia terkesima dengan tradisi yang ada di pulau Dewata ini. Inilah yang membuat warga dunia sering mengunjungi daerah ini

Saya menelusuri banyak hal tentang tradisi Bali. Ada yang paling menarik bagi saya adalah tradisi memanggil hujan atau meminta hujan yakni Gebug Ende. Apalagi kalau musim kemerau yang berkepanjangan terjadi, maka upacara pemanggilan hujan ini sangat diperlukan.

Di Bali banyak warganya mengandalkan penghidupannya dari pertanian. Lihat saja di Desa Jatiluwih dan Ubud dimana pemandangan sawah yang indah dan memukau. Kehidupan pertanian inilah yang membuat mereka membutuhkan air yang berlimpah.

Dari beberapa sumber saya mendapatkan keterangan bahwa Gebug Ende biasanya dilakukan pada bulan Oktober dan Desember yang dilakukan warga desa Seraya Bali. Ritual ini bertepatan dengan musim dimana mereka menanam jagung sehingga tanaman itu butuh air hujan.

Maka lahirlah tradisi Gebug Ende sebagai ritual meminta hujan. Gebug Ende merupakan sebuah tarian yang biasanya dimainkan oleh para lelaki. Mereka berpasangan dan bergerak meliuk-liukan badannya menyerupai silat.

Para lelaki itu akan berhadapan dengan sorotan mata mereka sama-sama tajam. Di tangan mere memegang erat rotan (ende) yang berfungsi memukul dan prisai (tamiang) yang berfungsi untuk melindungi diri.

Para pria tersebut berhadapan berdiri di tengah arena. Mereka bersaput poleng dan dilengkapi dengan udeng saja dan tidak mengenakan baju atau bertelanjang dada.

Mereka akan bergulat dengan saling memukul dan saling melukai dengan rotan. Prisai yang disediakan untuk menahan setiap pukulan yang datang silih berganti. Tidak bisa memastikan siapa yang menang dan siapa yang kalah. Yang pasti dalam pertarungan itu ada yang luka dan tetesan darah mereka akan jatuh ke bumi.

Luka ya luka, begitulah taria Gebug Ende. Akan tetapi dalam pergulatan itu, tidak boleh ada yang penuh kemarahan apalagi dendam.

Setiap pukulan akan menghasilkan luka tapi bukan dengan amarah ataupun dendam. Dengan itu ritual pemanggilan hujan akan berlangsung dengan sakral.

Dalam kepercayaan masyarakat setempat, setiap tetesan darah yang jatuh ke bumi dari luka-luka para penari akan mendatangkan berkah dari alam yakni kelimpahan hujan.

Dalam catatan yang lain saya menemukan ritual ini adalah sekaligus menghormati Dewa Indra.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous post Uniknya Tradisi Meruncingi Gigi Suku Mentawai
Next post Jangan Lewatkan Sensasi Air Terjun Oenesu di Kupang, NTT