Harimau Tewas di Lahan Perkebunan Milik Perusahaan Besar Kembali Terulang
Harimau Sumatera ditemukan mati/ Foto Rony Muharman Greenpeace |
Eastjourneymagz.com–– Seekor harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) tidak bernyawa tiba-tiba dikerumuni petugas dan warga. Sebuah karung di gelar di bawa jasad Harimau yang malang itu. Kematian harimau itu mendadak jadi tontonan orang-orang sekitar.
Binatang langkah ini ditemukan mati terjerat perangkap di areal konsesi atau perusahaan di Desa Minas Barat, Kecamatan Minas, Kabupaten Siak, Riau, Senin (18/5/2020). Lahan tersebut diketahui merupakan milik seorang pengusaha.
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Suharyono membenarkan harimau tersebut ditemukan dalam keadaan mati di sebuah lahan perusahaan milik pengusaha AA.
“Saat kami datang harimau tersebut sudah mati di perusahaan milik AA,” kata Suharyono melalui keterangan pers.
Terjerat 2 Hari
Harimau tersebut saat ini sudah berusia 1,5 tahun dan berjenis kelamin jantan. Suharyono menjelaskan harimau sudah mulai membusuk saat pertama kali ditemukan di lahan tersebut.
Ia membeberkan pihaknya segera ke lokasi setelah menerima informasi bahwa ada harimau yang mati. Informasi kematian harimau tersebut diperolehnya sekitar pukul 13.00 WIB setelah mendapatkan laporan dari pihak PT AA.
“Tim medis dan pengamanan dikerahkan ke lokasi serta berkoordinasi dengan aparat kepolisian dan berbagai instansi,” bebernya.
Suharyono menambahkan harimau tersebut terjerat tali sling selama dua hari berdasarkan hasil pemeriksaan. Ditemukan tali sling di kaki sebelah kanan bagian depan yang sudah membusuk dan hampir putus.
“Meski hasil pemeriksaan baru dua hari namun berdasarkan informasi yang kami dapat di lapangan harimau ini sudah seminggu terjerat. Sangat disayangkan informasi baru kita terima hari ini, sehingga harimau tidak dapat kita selamatkan,” kata Suharyono.
Greenpeace Angkat Bicara
Greenpeace Indonesia telah memastikan bahwa telah ditemukan harimau Sumatera yang merupakan binatang langkah dalam keadaan mati. Harimau tersebut terperangkap dan dalam jerat di lahan perkebunan pulp (bubur kertas) yang dioperasikan oleh Asia Pulp and Paper (APP) Sinar Mas Group – salah satu produsen kertas terbesar di dunia. Hal tersebut diungkapkan oleh Greenpeace dalam siaran pers yang diterima Eastjourneymagz.com.
Hewan yang keberadaannya sudah terancam punah tersebut mati, saat ditemukan di konsesi milik PT Arara Abadi dimana area tersebut tercatat sebagai salah satu tempat terjadinya kebakaran besar di antara semua konsesi perkebunan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
Pembukaan hutan skala besar dan pengeringan lahan gambut oleh sektor perkebunan merupakan akar penyebab kebakaran tidak terkendali di Indonesia yang telah memicu krisis kesehatan tahunan di seluruh wilayah. Kerusakan ini telah menghancurkan habitat alami harimau sehingga membuat mereka terancam di dalam hutan yang merupakan rumah mereka sendiri.
Kepala Kampanye Hutan Global di Greenpeace Asia Tenggara menjelaskan laju deforestasi dan hancurnya habitat di negara-negara yang kaya akan keanekaragaman hayati. Selain itu mendorong terjadinya kontak hewan liar dengan manusia seperti harimau yang akhirnya membuat mereka terbunuh.
“Saat ini, pandemi COVID-19 telah membuktikan, bahwa berbagai wabah penyakit memiliki kaitan dengan deforestasi, adalah sangat penting untuk menghentikan perusakan hutan untuk menyelamatkan iklim, satwa liar, kesehatan dan masa depan kita,” kata Kiki Taufik,
Berdasarkan temuan greenpeace harimau mati tersebut diperkirakan berusia dua tahun, terluka di kaki depan kanannya yang kemungkinan besar menyebabkan infeksi. Kiki menambahkan berdasarkan keterangan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), terdapat bangkai babi yang ditemukan di dekat jerat, menunjukkan bahwa harimau tersebut mungkin menjadi sasaran pemburu.
“Tahun ini setidaknya dua harimau Sumatera lainnya yang jumlahnya kurang dari 600 yang tersisa di alam liar, terjebak dalam perangkap di konsesi perkebunan pulp. Salah satu dari mereka diselamatkan tepat waktu dan mendapat pertolongan medis,” kata kiki.
Menurut kiki Hampir satu dekade lalu, dokumentasi Greenpeace menunjukkan kematian harimau sekarat terperangkap dalam jerat di konsesi APP. Ini adalah pengulangan sejarah kelam bagi perusahaan, APP yang terkait dengan pembukaan dan pembakaran hutan yang membahayakan habitat penting bagi harimau, meskipun berjanji untuk menghentikan deforestasi.
“Area tersisa yang menjadi benteng harimau harus benar-benar steril dari kegiatan industri jika kita ingin menyelamatkan salah satu dari jenis hewan paling ikonik di Indonesia,” kata Kiki.
Lebih lanjut dijelaskan Pada 2013, APP berkomitmen untuk mengakhiri deforestasi dan memperkenalkan komitmen konservasi baru. Namun, analisis Greenpeace baru-baru ini menunjukkan terbakar dalam konsesi terkait dengan grup tersebut antara 2015 dan 2018 yang luasnya lebih besar dari Singapura.
Grup ini bertanggung jawab atas perusakan hutan dan lahan gambut secara luas yang menjadi habitat harimau, gajah dan orangutan, dan juga terkait banyak pelanggaran HAM di Sumatera. Pekan lalu, lebih dari 90 LSM lokal dan internasional meminta mitra bisnis APP untuk menangguhkan kesepakatan dengan perusahaan sampai perusahaan membuat “perubahan radikal” di seluruh sektor bisnisnya.
Harimau Sumatera telah terdaftar sebagai spesies terancam punah dalam International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List sejak 2008 disebabkan oleh perburuan, hilangnya habitat dan konflik manusia-satwa liar.
Selanjutnya pemerintah Indonesia perlu memperkuat peraturan untuk melindungi hutan dan lahan gambut, sementara perusahaan harus membuktikan bahwa rantai pasok mereka tidak terkait deforestasi.
Sumber: Siaran Pers Greenpeace Indonesia