Greenpeace Menyayangkan Coca-Cola Membangun Fasilitas Daur Ulang Plastik di Indonesia
Sampah Coca-cola/Goodthingsguy.com |
Eastjourneymagz.com–Greenpeace Indonesia mengkritik pengumuman terbaru Coca-Cola Amatil Indonesia dengan Dynapack Asia yakni akan membangun fasilitas daur ulang untuk menghasilkan Polyethylene Terephthalate (PET). Sebagamana dalam siaran pers yang diterima Eastjourneymagz.com, Greenpeace menjelaskan hal tersebut bukanlah langkah progresif dari sebuah perusahan sekelas Coca-cola.
Menurut Greenpeace hal tersebut seharusnya tidak boleh dilakukan perusahaan skala global dalam menanggulangi krisis sampah plastik di Indonesia. Greenpeace juga mengutip data audit merk oleh Break Free From Plastic yang pernah merilis Coca-cola sebagai perusahaan yang masuk dalam tiga besar penyumbang sampah plastik secara global selama dua tahun berturut-turut (2018 dan 2019).
“Coca-Cola seharusnya memberikan solusi nyata dengan mengaplikasikan ekonomi sirkular melalui konsep isi ulang (refill) dan penggunaan kembali (reuse),” jelas keterangan tersebut.
Lebih lanjut dijelaskan mengurangi pemakaian plastik sekali pakai harus menjadi opsi utama, mengingat jumlah kemasan yang diproduksi Coca-Cola disebut mencapai lebih dari 110 miliar botol secara global pada tahun 2016.
Muharram Atha Rasyadi, Jurukampanye Urban Greenpeace Indonesia mengatakan Bila berkaca pada visi global Coca-Cola ‘World Without Waste’, rencana pembangunan fasilitas daur ulang oleh Coca-Cola merupakan langkah yang sangat tidak ambisius.
“Dan sebagai bagian dari Global Plastic Action Partnership, perusahaan seharusnya tahu betul target pemerintah untuk mengurangi sampah plastik di lautan sebesar 70% pada tahun 2025, dan mewujudkan Indonesia bebas sampah plastik pada 2040,” kata dia.
Ia menambahkan hal tersebut sesuai National Plastic Action Partnership (NPAP) Indonesia melalui Skenario Perubahan Sistem, reduksi penggunaan plastik sekali pakai menjadi pilihan utama.
Coca-Cola kata dia sepantasnya menjadi yang terdepan dalam mengurangi ketergantungan terhadap plastik sekali pakai. Bukan malah mengurangi jumlah resin plastik baru dengan plastik daur ulang. Mengubah kemasan dengan menaikkan tingkat daur ulangnya hanyalah solusi semu. Terlebih tanpa mengembangkan skema pengumpulan (collection) yang dapat menjangkau berbagai wilayah yang ada di Indonesia, termasuk pulau-pulau yang menjadi tujuan pariwisata.
“Sistem pengumpulan sampah kita masih jauh dari sempurna, di mana dampaknya sampah mengalir dan mencemari lingkungan sekitar, ditambah kapasitas Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) tidak lagi memadai,” jelasnya.
Selain itu ia juga menyoroti bahwa perusahaan harusnya melihat semakin banyak masyarakat yang teredukasi dengan menghindari penggunaan plastik sekali pakai. Mereka sadar bahwa plastik bermasalah dari hulu (industri minyak mentah sebagai asal bahan bakunya) hingga ke hilir (sebagai kemasan berbagai produk).
“Melihat semakin tingginya tingkat kesadaran masyarakat, Coca-Cola dan perusahaan produsen kebutuhan sehari-hari (fast moving consumer goods/FMCG) lainnya harus peka dan sesegera mungkin melakukan perubahan yang lebih fundamental,” tegasnya.