Kementrian Pariwisata Dukung Membatasi Wisatawan yang Berkunjung ke Suku Baduy, Nanti Akan Dibangun Pusat Informasi Suku Baduy


Suku Baduy/ Kementrian Pariwisata


Eastjourneymagz.com
Polemik pelarangan wisata ke wilayah Suku Badui mencuat ke luar setelah mengirimkan surat ke Istana. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mendukung upaya Suku Badui tersebut untuk membatasi kunjungan wisatawan yang datang ke perkampungan Baduy di Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Banten.

Dalam kunjungannya kepada Suku Badui Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf Hari Santosa Sungkari menjelaskan wisatawan yang ingin masuk ke perkampungan Suku Baduy dalam harus menghormati dan mematuhi aturan adat yang sudah ada.

“Kita menganut Sustainable Tourism. Artinya kita menjaga agar (wisatawan) tidak berjibun-jibun yang datang, dengan tetap menjaga keseimbangan lingkungan fisik dan budaya sehingga budaya itu tetap eksis, fisiknya tetap lestari,” kata Hari dalam kunjungannya ke Desa Kanekes, Sabtu (18/7/2020).

Baca Juga:

Hari juga menjelaskan bahwa pihaknya aka menampung semua aspirasi yang digali dalam pertemuan tersebu. Ia juga menerangkan pihaknya akan mempertimbangkan pembuatan aplikasi sebagai pusat informasi dan sarana pendaftaran bagi wisatawan yang hendak ke Suku Baduy.

“Ini bisa berbentuk aplikasi nantinya. Jadi siapa yang datang kapan mau datang kalau sudah melebihi (batas pengunjung) ini akan ada pemberitahuan bahwa kapasitasnya sudah berlebih. Sehingga kita tidak terulang ada ribuan orang yang belum tentu mendatangkan manfaat,” tutur Hari.

Sementara itu Perwakilan Suku Baduy, Uday Suhada menekankan kembali untuk lebih mengutamakan dan mempertahankan “Saba Budaya Baduy” daripada memakai istilah “Wisata Budaya Baduy”.

“Istilah tersebut bahkan telah diatur dalam Perdes Saba Budaya pada 2007,” kata Uday dalam pertemuan tersebut.

Baca Juga:

Ia membeberkan makna yang mendalam dari Saba Budaya. Saba pada dasarnya merujuk pada upaya menghargai dan menghormati adat istiadat masing-masing. Hal ini juga bermakna silahturahmi karena pertemuan antara budaya yang berbeda.

”Saba ini bermakna silaturahmi, saling menghargai dan menghormati antar adat istiadat masing-masing. Di atas itu semua, saling menjaga dan melindungi nilai-nilai yang berkembang dan hidup di masyarakat setempat dan masyarakat yang datang berkunjung,” imbuhnya.

Tetua adat Suku Baduy Dalam, Ayah Mursid meminta agar Saba Budaya Badui ini mesti disosialisasikan. Dengan demikian pengunjung dapat mengetahu hal-hal apa saja yang perlu dilakukan atau tidak.

“Kami berharap (saba budaya) diperjelas aturannya. Mana saja rute yang boleh dan tidak boleh dilewati menuju Kampung Baduy, dan apa saja yang boleh dan tidak boleh dikerjakan,” ujar Mursid.

Mursid juga memberikan masukan agar didirikan pusat informasi mengenai Suku Baduy di luar perkampungan adat. Sehingga, calon pengunjung yang ingin mendatangi Kawasan Adat Baduy bisa mempelajari terlebih dahulu apa saja adat istiadat yang ada serta menjelaskan tujuan kedatangannya.

Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya yang turut serta dalam pertemuan tersebut menyampaikan dukungan terhadap segala upaya pelestarian budaya Suku Baduy sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan.

“Pemda Lebak selama ini terus berkonsolidasi dengan masyarakat Suku Baduy dalam upaya Saba Budaya Baduy,” kata dia dalam kesempatan tersebut.

Ia menambahkan pihaknya sedang berupaya menyiapkan lahan sebagai informasi center bagi Suku Baduy. Dengan demikian wisatawan dapat membaca terlebih dahulu berbagai informasi tentang suku Baduy termasuk hal-hal yang tidak boleh dilakukan di tempat itu.

“Saat ini kami sedang dalam proses penyedian lahan di dekat perkampungan Baduy untuk dijadikan sebagai Information Center agar wisatawan lebih mengetahui bagaimana budaya Baduy pada umumnya dan informasi kegiatan Saba Baduy pada khususnya, sebelum masuk ke Perkampungan Baduy,” katanya.

Baca Juga: 


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous post Bali Rebound akan Menarik Wisata di Masa Adaptasi Baru
Next post 20 Kegiatan Wisata di Tanjungpinang Dibataklan Karena COVID-19 dan Kehabisan Dana