
Fan Fact, Anime Populer, Death Note Dilarang di Tiongkok
Eastjourneymagz.com–Death Note adalah salah satu anime terpopuler sepanjang masa yang berhasil memikat jutaan penggemar di seluruh dunia dengan kisahnya yang gelap dan penuh intrik.
Diciptakan oleh Tsugumi Ohba dan diilustrasikan oleh Takeshi Obata, anime ini mengikuti perjalanan seorang siswa jenius bernama Light Yagami yang menemukan sebuah buku misterius, Death Note.
Buku ini memungkinkannya untuk membunuh siapa saja hanya dengan menuliskan nama mereka di buku tersebut.
Dengan premis yang unik dan eksekusi cerita yang brilian, Death Note dengan cepat menjadi fenomena global.
Namun, popularitasnya tidak diterima di semua tempat. Di Tiongkok, anime ini dilarang karena dianggap tidak pantas untuk masyarakat umum.
Larangan Death Note di Tiongkok bukanlah hal yang tiba-tiba. Tiongkok dikenal memiliki sensor yang ketat terhadap konten media yang dianggap bisa berdampak negatif pada moral dan perilaku masyarakat, terutama anak-anak dan remaja.
Pemerintah Tiongkok khawatir bahwa anime seperti Death Note dapat memberikan pengaruh buruk, menginspirasi tindakan kekerasan, atau bahkan menyebabkan penonton meniru perilaku berbahaya yang ditampilkan di dalamnya.

Salah satu alasan utama mengapa Death Note dilarang adalah tema sentralnya yang berhubungan dengan kematian dan kekerasan.
Anime ini secara eksplisit menampilkan penggunaan Death Note untuk membunuh orang-orang, yang dianggap terlalu brutal dan tidak pantas untuk konsumsi publik, terutama anak-anak dan remaja.
Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar, mengingat ada beberapa insiden di mana siswa di berbagai negara membawa replika Death Note ke sekolah dan menuliskan nama teman sekelas mereka, seolah-olah mencoba menghidupkan kembali adegan dari anime tersebut di dunia nyata.
Di sisi lain, Death Note juga dipandang oleh pemerintah Tiongkok sebagai konten yang mempromosikan nilai-nilai yang bertentangan dengan ideologi dan moral yang mereka junjung.
Light Yagami, karakter utama yang memanfaatkan kekuatan Death Note untuk memberantas kejahatan dengan caranya sendiri, dilihat sebagai sosok yang merusak konsep keadilan dan hukum.
Alih-alih memercayai sistem hukum yang ada, Light memilih untuk menjadi hakim, juri, dan eksekutor sendiri, sebuah konsep yang sangat bertentangan dengan prinsip negara hukum yang ingin ditegakkan oleh pemerintah Tiongkok.
Meski demikian, larangan ini juga menimbulkan kontroversi. Banyak penggemar anime dan pembela kebebasan berpendapat di Tiongkok yang mengkritik kebijakan sensor ini.
Mereka berargumen bahwa larangan terhadap Death Note adalah bentuk pembatasan kreativitas dan kebebasan individu untuk memilih apa yang ingin mereka tonton.
Mereka juga menunjukkan bahwa Death Note, seperti banyak karya fiksi lainnya, seharusnya dipandang sebagai alat untuk memancing diskusi dan refleksi, bukan sekadar media yang dapat merusak moral masyarakat.
Bahkan di luar Tiongkok, larangan ini menimbulkan perdebatan tentang batasan kebebasan berpendapat dan peran pemerintah dalam mengatur konten media.
Beberapa orang melihat langkah Tiongkok sebagai upaya proteksionis yang berlebihan, sementara yang lain setuju bahwa ada kebutuhan untuk melindungi masyarakat, terutama generasi muda, dari pengaruh media yang dapat berbahaya.
Pada akhirnya, larangan terhadap Death Note di Tiongkok menggambarkan dilema yang dihadapi banyak negara dalam era digital ini. Di satu sisi, ada kebutuhan untuk melindungi masyarakat dari konten yang dianggap merugikan.
Di sisi lain, ada tuntutan untuk menghormati kebebasan individu dan kreativitas. Death Note mungkin dilarang di Tiongkok, tetapi diskusi tentang implikasinya akan terus berlangsung, mencerminkan perdebatan global yang lebih besar tentang sensor, kebebasan, dan tanggung jawab media.