160 Ribu Jiwa Meninggal di 5 Kota Terbesar Dunia Akibat Polusi Udara Pada tahun 2020

160 Ribu Jiwa Meninggal di 5 Kota Terbesar Dunia Akibat Polusi Udara Pada tahun 2020

Foto langit Jakarta yang tercemar oleh Polusi Udara/ foto KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO.

(KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Penyebab Polusi Udara di Kota Besar”, Klik untuk baca: https://www.kompas.com/skola/read/2021/01/28/200454769/penyebab-polusi-udara-di-kota-besar.
Penulis : Silmi Nurul Utami
Editor : Nibras Nada Nailufar

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

(KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Penyebab Polusi Udara di Kota Besar”, Klik untuk baca: https://www.kompas.com/skola/read/2021/01/28/200454769/penyebab-polusi-udara-di-kota-besar.
Penulis : Silmi Nurul Utami
Editor : Nibras Nada Nailufar

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

Eastjourneymagz.com–Polusi udara PM2.5 menjadi penyebab 160.000 kematian
di lima kota terpadat dunia pada tahun 2020, menurut analisis Greenpeace AsiaTenggara dari data IQAir melalui Live Cost Estimator . 

Sementara
beberapa kota
mengalami sedikit peningkatan dalam kualitas udara
sebagai akibat dari karantina wilayah COVID-19, dampak buruk dari polusi udara
menggarisbawahi perlunya mempercepat transisi energi, membangun sistem
transportasi publik massal berbasis listrik, dan mengakhiri ketergantungan pada
bahan bakar fosil.

“Ketika pemerintah memilih batu bara, minyak dan gas
daripada energi bersih, kesehatan kitalah yang menanggung akibatnya. Polusi
udara dari pembakaran bahan bakar fosil meningkatkan kemungkinan kita meninggal
karena kanker atau stroke, menderita serangan asma
, dan mengalami infeksi COVID-19 yang parah. Kami
tidak dapat terus menghirup udara kotor ketika solusi untuk polusi udara
tersedia secara luas dan terjangkau, ”kata Avinash Chanchal, juru kampanye
iklim di Greenpeace India.

Delhi menderita sekitar 54.000 kematian yang
seharusnya dapat dihindari karena polusi udara PM2.5 pada tahun 2020, atau satu
kematian per 500 orang. Jakarta menderita sekitar 13.000 kematian yang dapat dihindari
karena polusi udara PM2.5 pada tahun 2020 dan kerugian terkait polusi udara
sebesar USD 3,4 miliar, setara dengan 8,2% dari total PDB kota.

Pada tahun 2020, perkiraan biaya ekonomi dari polusi
udara PM2.5 di 14 kota melebihi USD 5 miliar pada masing-masing kota. Dari
kota-kota yang disertakan, perkiraan total biaya finansial tertinggi dari
polusi udara tercatat di Tokyo, yang menderita sekitar 40.000 kematian yang
dapat dihindari, dengan kerugian ekonomi sebesar USD 43 miliar akibat polusi
udara PM2.5 pada tahun 2020. Los Angeles mencatatkan biaya finansial tertinggi
per kapita dari polusi udara PM2.5, sekitar USD 2.700 per penduduk.

Perkiraan Biaya Ekonomi Kerugian Polusi Udara di 5
Kota Terbesar Dunia (2020)

Kota

Jumlah
Populasi

Perkiraan
Kematian Dini

Perkiraan
Kerugian(USD)

 

Delhi

 30 juta

 

54,000

8.1
miliar

Mexico
City

22
juta

 

15,000

8.0
miliar

São
Paulo

22
juta

 

15,000

7.0
miliar

Shanghai

26
juta

 

39,000

19
miliar

Tokyo

37
juta

 

40,000

43
miliar

Greenpeace mendesak pemerintah di semua tingkatan untuk
berinvestasi pada sumber energi terbarukan, seperti energi angin dan matahari,
serta transportasi umum yang bertenaga energi bersih untuk melindungi penduduk
dari polusi udara yang mematikan.

“Bernapas seharusnya tidak mematikan. Fakta bahwa
kualitas udara yang buruk merenggut sekitar 160.000 nyawa di lima kota terbesar
saja sudah seharusnya membuat kita berhenti sejenak, terutama di tahun ketika
banyak kota menurun tingkat polusinya karena aktivitas ekonomi berkurang.
Pemerintah, perusahaan, dan individu harus berbuat lebih banyak untuk
menghilangkan sumber polusi udara dan menjadikan kota kita tempat tinggal yang
lebih baik, ”kata Frank Hammes, CEO IQAir.

“Di sebagian besar dunia, sekarang lebih murah
membangun infrastruktur energi bersih daripada terus berinvestasi pada bahan
bakar fosil yang mencemari, bahkan sebelum memperhitungkan biaya polusi udara
dan perubahan iklim. Saat pemerintah berupaya pulih dari dampak ekonomi
COVID-19, mereka harus menciptakan lapangan pekerjaan yang ramah lingkungan, membangun
sistem transportasi umum bertenaga energi bersih, dan berinvestasi pada sumber
energi terbarukan seperti angin dan matahari. Kami menuntut kondisi normal yang
lebih baik, tidak hanya demi udara kami, tetapi juga untuk mengatasi banjir,
gelombang panas, dan badai hebat yang kami alami sebagai akibat dari krisis
iklim, ”kata Bondan Andriyanu, juru kampanye di Greenpeace Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *