Tarian Caci, antara Perang dan Menari
Gerakan-gerakannya menampakan sebuah gerakan layaknya di medan perang. Karena itu tarian caci itu selalu diidentikan dengan urusan para lelaki.
Tak salah, tarian ini layaknya para spartan yang sedang diarak ke medan perang. Mereka menggunakan penutup kepala (panggal) yang dihiasi dengan renda-renda dan manik-manik.
Para jawara tersebut bertelanjangkan dada dengan menampakkan gurat-gurat otot mereka. Di pingagang mereka memakai kain songket dan mengenakan celana panjang putih.
Sebagai aksesoris diberi giring-giring yang biasanya berbunyi seiringan dengan gerak penari. Sebuah destars digunakan untuk melindungi wajah dari serangan lawan.
Dua aktor yang sedang adu kebolehan dengan melecut dan menangkis serangan |
Aktor sedang mempertontonkan menangkis serangan |
Cambuk-cambuk yang terbuat dari kulit kerbau yang sudah dikeringkan (larik) di sediakan di arena. Cambuk-cambuk ini nanti akan dipilih salah satunya oleh aktor dan akan berbalas lecutan dengan fair. Sebuah perisai dan sebuah agang berbentuk busur dipakai untuk menangkis setiap lecutan.
Selalu ada harga yang dibayar mahal dari setiap lecutan, bukan luka, dendam, kebencian, amarah melainkan ‘cinta dan kejujuran’ seorang sahabat di arena.
Masing-masing menunjukan spartan akan tetapi sportifitas yang dijunjung begitu tinggi.Dengan demikian tarian ini begitu khas karena memadukan antara perang dan tarian, anarki dan seni.
Mengawinkan art of war and dancing. Menyatukan gelanggang perang dan panggung teater.