Intip Tradisi Menggali Kuburan dan Menari Bersama Mayat di Madagaskar
Tradisi Famadihana Madagaskar/Foto Spesial |
“Mereka akan menggali kuburan lalu menari dan berpesta bersama jasad keluarga yang mereka sayangi.”
Eastjourneymagz.com–Tradisi pemakaman sangat beragam di seluruh dunia. Namun pada umumnya tradisi pemakaman merupakan sebuah kesedihan dan layak ditangisi. Seluruh keluarga akan meratap karena berpisah dengan orang yang disayangi.
Hal ini tidak berlaku bagi salah satu suku penghuni Pulau terbesar ke empat di dunia yakni Madagaskar. Di sana masyarakat melakukan ritual menari dan berpesta bersama mayat. Mereka akan menggali kuburan dan mengambil mayat yang merupakan orang yang mereka cintai dan berdansa bersama.
Tradisi ini disebut Famadihana dan diwariskan turun menurun oleh suku Merina. Suku ini sebagian besar tinggal di Dataran Tinggi di pulau yang berada di Samudera Hindia, Lepas Pesisir Timur Afrika.
Suku Merina menggunakan dialeg resmi bahasa Malagasi. Dalam beberapa catatan dikatakan nenek moyang mereka merupakan Austronesia dan melakukan migrasi dari pulau Kalimantan Indonesia sekitar 1 tahun SM.
Tradisi Baru
Para peneliti mengemukakan tradisi menari bersama mayat ini merupakan tradisi yang baru. Beberapa literatur mengatakan tradisi ini ditemukan dan baru dikembangkan sekitar abad ke-17.
Famidhana berkembang dari pandangan soal kematian dalam tradisi Merina. Suku ini menganggap setelah manusia meninggal arwahnya akan tinggal bersama roh-roh nenek moyang. Setelah jasad manusia mengalami penghancuran dia akan berada bersama para leluhur.
Pandangan ini juga dilandasi bahwa masyarakat Madagaskar meyakini bahwa kehidupan saat ini memiliki kaitan dengan kehidupan para leluhur. Selain saja kehidupan di dunia ini, mereka sangat menghormati dan percaya bahwa kehidupan bersama leluhur merupakan sebuah keistimewahan. Tinggal bersama para leluhur berarti menikmati keabadian bersama mereka.
Masyarakat Madagskar juga meyakini juga Ritual Famadihana akan membantu seseorang yang sudah meninggal akan tinggal bersama para leluhur. Maka sebelum acara Famadihana dilakukan seorang yang sudah meninggal belum dikategorikan sebagai leluhur. Ia juga belum mengalami keabadian bersama leluhur tersebut. Kerabat yang masih ada di dunia ini mesti berkumpul bersama dengan hati yang riang gembira untuk mengantar kerabat yang sudah meninggal dunia kepada leluhur.
Leluhur Merupakan Penghubung Dengan Tuhan
Tarian bersama Mayat/ Foto Spesial |
Masyarakat madagaskar meyakini menjadi leluhur dan tinggal bersama leluhur merupakan puncak dari kehidupan manusia. Ini merupakan puncak kehidupan tertinggi dalam masyarakat Madagaskar. Mereka percaya bahwa para leluhurlah yang mampu berkomunikasi dengan Tuhan. Maka leluhur merupakan perantara bagi mereka yang masih hidup di dunia dengan Tuhan. Dengan demikian hubungan atau relasi yang kuat antara yang hidup dan yang mati ini juga digambarkan dalam tradisi Famidihana ini.
Oleh karena itu manusia yang hidup bisa meminta kepada Tuhan melalui perantaraan para leluhur. Bahkan para leluhur juga ikut campur tangan dalam kehidupan manusia saat ini. Dengan demikian leluhur sangat dihormati dan dihargai.
Kemeriahan dalam Ritual Famidihana merupakan sebuah tanda penghormatan kepada leluhur. Jika dalam tradisi-tradisi lain di dunia memilih untuk beredih dan meratapi terhadap kematian akan tetapi mereka akan berpesta pora, tertawa dan bersuka ria serta mabuk-mabukan.
Famidihana akan diikuti oleh seluruh keluarga terutama juga untuk meminta berkat dari leluhur. Mereka bahkan tidak segan-segan untuk menghabiskan uang sebanyak-banyaknya untuk membuat ritual ini.
Festival Femidihana yang diikuti oleh seluruh keluarga.
Foto Spesial |
Festival ini dilakukan 5 hingga 7 tahun sekali. Keluarga akan datang dari berbagai daerah untuk berkumpul menjalankan Famadihana. Karena merupakan warisan leluhur masyarakat Madagaskar menganggap ritual ini selain saja untuk menghormati leluhur tetapi juga sarana merekatkan kerabat. Seluruh keluarga akan berkumpul membawa uang, minuman dan makanan agar acara tersebut diselenggarakan dengan lancar.
Beberapa laporan mengungkakan upacara ini bisa menghabisakan uang hingga ratusan juta rupiah. Meski demikian keluarga akan bahu membahu untuk menyukseskan acara penguburan leluhur ini.
Saat Famadihana dimulai, seluruh keluarga akan berkumpul di sekitar kuburan orang yang mereka sayangi. Beberapa dari mereka akan menggali kuburan tersebut lalu mengangkat jasad ke luar yang disambut dengan musik yang meriah oleh keluarga dan sanak saudara. Tidak ada ratap dan tangis dalam ritual itu melainkan kembiraan yang meluap-luap.
Tulang belulang mayat itu akan diangkat setelah dibungkus dengan kain kafan sutra berwarna putih. Mereka kemudian bersama-sama mengarak mayat itu menuju ke rumah sembari menari-nari dan tartawa. Dalam acara tersebut layaknya pesta yang meriah undangan juga turut hadir datang dari berbagai daerah yang ada di sekitar menyaksikan ritual Famadihana. Mayat akan diterima di rumah kerbatnya yang sudah menyiapkan pesta besar-besaran.
Sampai di rumah keluarga akan terus mengelilingi jasad itu. Mereka akan membuka kain kafan itu dan tulang belulang mayat itu akan disirami dengan anggur. Setelahnya mereka akan kembali mengarak-arak jasad tersebut untuk kembali dikuburkan.
Praktik Mulai Menurun
Sejumlah acara Famadihana ini ternyata semakin berkurang. Hal itu disebabkan oleh tingginya biaya yang dibayar dalam menyukseskan acara ini. Masyarakat setempat bahkan mengutamakan ritual ini daripada membeli rumah.
Salah satunya adalah kain kafan yang terbuat dari kain sutra. Harganya sangat mahal, meski demikian dipilih oleh keluarga untuk membangkas tulang belulang nenek moyang mereka sebagai tanda pengormatan yang luar biasa.
Selain itu pertimbangan yang lain juga adalah acara ini lebih banyak menghabiskan uang untuk berpesta pora seperti membeli makanan, membeli anggur dan menyiapkan undangan bagi masyarakat sekitar.
Acara ini juga banyak mendapat sorotan dari pihak gereja setempat mengingat sebagian besar masyarakat madagaskar menganut agama Kristen. Meski demikian warga setempat tetap menjalankan ritual Famadihana yang merupakan warisan leluhur ini.
Diminati Turis
Dalam perkembangannya tradisi Madagaskar ini menarik perhatian wisatawan lokal maupun mancanegara. Mereka mengikuti tradisi ini yang sudah menjadi Festival yang bahkan dilaksanakan setiap saat. Mereka datang dari berbagai penjuru dunia untuk menyaksikan bagaimana orang-orang Madagaskar berdansa dan berpesta bersama mayat yang digali dari kuburnya.
Biasanya acara 5 hingga 7 tahunan ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga September. Turis akan berdatangan ke tempat ini untuk mengabdikan momen yang langkah ini. Jika anda tertarik segera pesan tiket saat ini dan menghubungi beberpa pihak travel di sana.