Kete Kesu; Mengintip Desa Adat Kuno di Tanah Toraja, Ada Kuburan Kuno
Eastjourneymagz.com—Memasuki salah satu desa di tanah Toraja, siapapun akan takjub. Bak memasuki negeri dongeng, pengunjung akan melihat kehidupan yang luar biasa di desa ini. Kete Kesu, sebuah desa yang tertua di tanah Toraja Utara, Sulawesi Selatan.
Padang rumput dan padi mengitari rumah adat, Tongkonan dan lumbung (alang) yang berderet. Rumah-rumah itu menyerupai perahu dan usianya sudah ratusan tahun itu memiliki daya mistik dan menghipnotis siapapun.
Saat memasuki Kete Kesu, warga akan melemparkan senyum bahkan kepada seorang asing sekalipun. Orang-orang Toraja memang terkenal dengan keramahannya. Kesan ini rata-rata disematkan kepada seluruh warga Nusantara terutama oleh turis-turis asing.
Kesan yang paling memukau terutama melihat bangunan Tongkonan yang berdiri kokoh di tempat ini. Tongkonan tersebut berdiri begitu rapih dan menjadi pusat peradaban masyarakat Toraja.
Di sana juga akan menemukan ibu-ibu yang sedang asyik nginang sirih atau tradisi makan sirih. Tradisi bersirih ini dilakukan dengan mencampuri daun sirih, pinang, gambir, kapur hingga tembakau. Kebiasaan bersirih merupakan warisan dari zaman neolitik.
Orang-Orang Ketekesu
Sumber Journeyaroundsouthsulawesi |
Memasuki desa ini berarti menemui kebiasaan sehari-hari masyarakat Toraja. Desa ini menjadi representasi masyarakat Toraja umumnya. Sebagian besar penduduknya bercocok tanam seperti membuka sawah dan ladang.
Selain itu masyarakat Toraja juga beternak. Peternakan yang umumnya dilakukan adalah disesuaikan dengan kebutuhan adat istiadat mereka. Mereka lebih banyak memelihara Kerbau dan Babi mengingat dua hewan ini memiliki posisi yang sangat penting dalam adat istiadat masyarakat Toraja.
Masyarakat Kete Kesu khusunya memiliki keahlian memahat dan melukis. Mereka memanfaatkan keahlian tersebut untuk membuat berbagai souvenir tanah Toraja untuk kemudian dijual kepada wisatawan yang berlibur ke tempat ini.
Dengan berkembang pesatnya wisatawan di tempat ini warga setempat semakin menggandrungi ukiran dan membuat patung. Beberapa diantaranya ukiran-ukiran gelas, gelang, kalung, patung, dan hisan dinding yang semuanya merupakan motif Toraja.
Bahkan di salah satu Tongkonan yang menjadi sebuah museum dijadikan tempat pengerajin. Di museum ini sendiri mengoleksi benda-benda budaya seperti ukiran, kramik, senjata tajam, patung, kain dari china bahkan bendera merah putih yang katanya bendera pertama yang berkibar di tanah Toraja.
Pengembangan kerajinan atau keahlian warga di sini melalui pelatihan kerajinan bambu diasah untuk meningkatkan penghasilan dan menjaga tradisi. Keahlian Pengerajin tersebut juga turut mendapat perhatian dari wisatawan yang datang ke tempat ini.
Masyarakat Toraja sangat memegang erat kekerabatan dan mempengaruhi kebiasaan mereka dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dalam adat istiadat mereka pertalian kekerabatan ini disebut Marapuan atau Parapuan dimana hubungan tersebut merujuk pada leluhur atau nenek moyang yang mendirikan Tongkonan.
Maka di dalam satu Tongkonan bisa lebih dari satu kepala keluarga. Sebuah sumber menjelaskan kelompok marapuan terdiri atas kerabat dari 3-5 generasi. Hubungan satu dengan yang lainnya terpintal begitu erat dan saling menghormati.
Pertalian kekrabatan inilah yang membentuk karakterk yang ramah bagi orang-orang Toraja. Mereka terbiasa dengan hidup komunal atau berkomunita sehingga membentuk interaksi yang terbuka antara satu dengan yang lainnya.
Gambaran paling sederhana adalah ibu-ibu yang sedang berkumpul saat nginang merupakan cara sosialisasi yang klasik. Sementara itu anak-anak yang bermain mengitari Tongkonan juga menjadi contoh sosialisasi sejak dini. Mereka akan bermain bersama, saling mengenal, terbuka dan saling berbagi.
Tongkonan, Lumbung dan Menhir
Foto Daily Voyagers |
Ada tiga hal yang paling menonjol sangat menyihir pengunjung di Kete Kesu yakni Tongkonan, Lumbung (Alang) dan Menhir. Ketiganya memiliki kaitan dan diatur dalam tradisi tanah Toraja.
Di sini terdapat Tongkonan dan lumbung yang sudah berumur 300 tahun lebih. Terhitung 6 bangunan Tongkonan, 12 lumbung padi sementara di sekitarnya terdapat 20 menhir. Semuanya telah dirawat dengan baik oleh masyarakat adat Kete Kesu.
Tongkonan berasal dari kata Tongkon yang berarti duduk bersama-sama. Tongkonan ini ini berbentuk perahu yang konon diyakini bahwa saat leluhur Toraja turun pertama kali dari surga langsung membuat Rumah (Tongkonan) yang bentuknya sama persis seperti rumah-rumah yang ada di Surga. Di bagian depan terdapat deretan tanduk kerbau.
Dikatakan semakin banyak tanduk kerbau menandakan semakin tinggi strata sosial pemilik Tongkonan. Hal ini dikarenakan harga kerbau sangat mahal bahkan dibandrol hingga ratusan juta rupiah. Pada dasarnya tongkonan ini dibagi berdasarkan strata sosial dalam masyarakat Toraja.
Sementara itu di bagian depan terdapat lumbung padi atau alang. Lumbung padi ini terbuat batang pohon palem. Di bagian depan lumbung diukir berbagaimacam ukiran seperti ayam, matahati (pa’bare, allo).
Alang ini sangat kental dengan gazeboo yang menyatu dengan kotak penyimpanan padi di dalam satu lingkaran. Tiang penyangga yang dibuat dari pohon enau atau palem sengaja dibuat licin agar hama seperti tikus tidak akan masuk di dalamnya.
Selain itu, 20 menhir yang terdapat di Kete Kesu sebagiannya sudah berusia hingga 500 tahun lebih. Kuburan batu ini berbentuk sampan dan perahu dimana terdapat tengkorak manusia di dalamnya. Selain berbentuk perahu, ada juga yang sengaja diukir berbentuk kerbau dan babi. Dua binatang ini dijadikan ukiran untuk kuburan karena memiliki posisi yang penting dalam adat istiadat masyarakat Toraja.
Di sana terdapat beberapa kuburan yang adalah milik bangsawan. Kuburan-kuburan tersebut tampak berbeda dan kelihatan begitu megah daripada kuburan yang biasa. Hampir semua kuburan batu diletakan di tebing atau digantungkan di tebing.
Namun beberapa kebijakan lokal diterapkan seperti menutup kuburan dengan beberapa jeruji besi agar tidak ada pencuri yang masuk untuk mengambil tau-tau (Jenasah). Beberapa jenasah bisa dilihat dari luar dengan perhisan harta di sekitarnya.
Perjalanan Ke Kete Kesu
Kete Kesu merupakan daerah tujuan wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Desa yang telah menjadi cagar budaya ini menarik minat wisatawan terutama karena berbagai ritual adat yang selalu ditunggu-tunggu. Acara adat di Kete Kesu biasanya mulai padat sekitar bulan Juni hingga Desember.
Acara aadat yang paling terkenal adalah pemakaman yang dilakukan secara meriah yang disebut Rabu Solo karena melibatkan seluruh anggota keluarga dan juga disaksikan oleh ribuan wisatawan yang datang ke tempat ini.
Mengingat jadwal kegiatan di tempat ini sangat padat sehingga perlu memesan tiket jauh-jauh hari. Selain itu tempat penginapan juga perlu dicari dan dipesan jauh-jauh hari sehingga perjalanan akan lancar dan bisa mengikuti semua acara adat yang merupakan momen yang paling ditunggu-tinggu.
Jika berminat ke tempat ini, berikut rute yang harus dilewati. Anda perlu menyelesaikan perjalanan menuju Bandara Internasional Hasanuddin, Makasar. Dari sana anda perlu memesan bus atau travel dan menghabiskan waktu sekitar 8-9 jam menuju Rantapao Toraja. Selanjutnya anda tinggal berganti bus dan menempuh sejam menuju kampung adat ini.