Tabuik Memperingati Asura, Gugurnya Imam Husain cucu Nabi Muhammad SAW
Festival Tabuik di Priaman, Minangkabau, Sumatera Utara/ Foto Traverse.id |
Eastjourneymagz.com– Tabuik merupakan salah satu tradisi yang menarik oleh masyarakat di daerah pantai, khususnya di Kota Pariaman, Minangkabau, Sumatera Barat. Dalam upacara tersebut dihadiri oleh umat muslim yang datang dari berbagai penjuru.
Tabuik merupakan upacara yang sakral bagi masyarakat setempat karena kesempatan untuk memperingati Asyura mengenang kembali gugurnya Imam Husain, cucu Nabi Muhammad SAW. Umat muslim akan berdoa sepanjang upacara itu berlangsung.
Upacara ini jatuh pada tanggal 10 Muharram. Di Pariaman sendiri pada Tabuik dirayakan setiap tahunnya sejak 1831. Pemerintah setempat melestarikan upacara sakral dengan menetapkannya sebagai Festival tahunan. Dengan menetapkannya sebagai Festival akan menarik minat bukan hanya masyarakat lokal tetapi juga nasional hingga mancanegara.
Dalam Festival ini warga akan berkumpul dan akan mengarak tabuik ke laut. Tabuik sebenarnya merupakan serapan dari kata bahasa Arab yakni “tabut” artinya peti kayu. Sebelumnya Tabuik akan dipersiapkan dimana terdiri atas patung-patung yang memiliki makna tersendiri.
Pada bagian bawah tabuik dianggap perwujudan urak, burak. Sedangkan peti mati melambangkan tempat jenazah merupakan simbol dari kematian Hussein bin Ali. Masyarakat akan mengaraknya dan akan membawanya ke laut.
Simbol lain soal kematian Hussein bin Ali juga ditendai dengan tetabuhan gendang yang bertalu-talu.
Bunyi gendang tersebut akan menggelegar menambah mistiknya suasana festival yang dianggap sebagai pembawa berkah ini.
Menariknya dalam Festival ini pertempuran Karbala akan dipertunjukkan kembali dimana rum tasal dan dhol akan dimainkan.
Tradisi Syi’ah
Sejarahwan mengungkapkan Festival ini merupakan perkawinan antara tradisi Syi’ah dan tradisi setempat. Dikatakan ritual ini telah ada sejak tahun 1826 – 1828 dan sangat kental dengan adat India.
Pencampuran adat Tabuik dengan adat Istiadat Minangkabau mulai ditemukan sejak 1910. Mulai saat itu tradisi Tabuik diwariskan oleh leluhur tanah Minang.
Tabuik dibawa ke Mingangkabau oleh Pasukan Tamil Muslim Syi’ah dari India di daerah ini. Saat kekuasaan Inggris kebanyakan pasukan tersebut tinggal atau menetap di Sumatera Barat.
Dalam penerpannya oleh masyarakat Minang hingga saat ini, Tabuit begitu hidup. Meski bermula dari tradisi Syi’ah namun diterima begitu mudah mengingat masyarakat Minangkabau sebagian besar penganur Sunni.
Ternyata di Indonesia sendiri upacara yang hampir mirip ini dijalankan di beberapa daerah lain dimana sebagian besarnya adalah penganut Sunni. Salah satunya adalah daerah Bungkulu dimana masyarakat setempat menyebutnya Tabot.
Jika ingin mengikuti Festival ini, bersiaplah jauh-jauh hari termasuk menghubungi panitia setempat jika memungkinkan. Mengikuti Tabuik akan membawa berkat bagi siapapun yang mengikuti.