Diskusi Vox Point Indonesia Bahas Data Bansos yang Tumpang Tindih
Ilustrasi BLT/Foto Tempo |
Eastjourneymagz.com–Vox Populi Institut Indonesia menggelar diskusi politik (dispol) seri 16 secara during bertajuk “Bansos Pandemi Covid-19, Bencana atau Berkat?” pada Kamis, (28/05) pukul 14.00-16.00 WIB. Ketua umum Vox Point Indonesia, Yohanes Handojo Budhisedjati, menjelaskan diskusi ini untuk merespon bantuan sosial (Bansos) yang ramai diperbincangkan di tengah pandemi covid 19 ini.
Menurutnya pemerintah menghadapi persoalan yang pelik bukan saja karena korban covid 19 terus bertambah setiap harinya tetapi juga krisis yang terus mengintai saat ini. Pemberlakuan social distancing, work from home dan PSBB, ditutupnya pusat pembelanjaan, kantor-kantor pemerintah, perusahaan dan tidak kalah penting adalah terhentinya berbagai aktivitas produksi di dalam negeri mengharuskan pemerintah menggelontorkan bansos.
“Pemerintah terpaksa harus menguncurkan bantuan kepada masyarakat terutama yang terdampak covid 19. Hal yang pasti adalah mereka tidak bekerja, akan tetapi tentu saja butuh makanan,” kata Handojo.
Handojo membeberkan baru-baru ini pemerintah melalui Kementrian Keuangan Republik Indonesia merilis anggaran yanga disiapkan pemerintah sebesar Rp110 triliun untuk program perlindungan sosial. Selain itu Kementerian Sosial juga meluncurkan program reguler yaitu Program Keluarga Harapan (PKH) dan program sembako yang sekarang ditingkatkan jumlah target dan indeksnya.
“Kita mengurai semuanya di dalam dispol ini. Selain saja untuk mengapresiasi langkah pemerintah, tetapi juga menjawab berbagai persoalan di lapangan seperti transparansi dan tepat sasarnya bansos ini,” jelas Handojo.
Ia menerangkan langkah baik pemerintah ini harus dikontrol dengan baik agar masyarakat sungguh-sungguh merasakan bansos tersebut. Ia membeberkan tidak menampik kehadiran oknum-oknum yang bermain dengan bansos ini.
“Itukan yang ditakutan Presiden Jokowi, kita juga memiliki ketakutan yang sama. Jangan sampai bansos ini menjadi berkah bagi koruptor dan bencana bagi rakyat yang membutuhkan,” tegas Handojo.
Menurutnya, dispol ini juga untuk mendorong anggota dan pengurus Vox Point Indonesia untuk terlibat aktif mengontrol pembagian sembako di tengah masyarakat.
“Mulai dari inventarisasi data penerima, sampai dengan pendistribusiannya. Harus memastikan sembako tepat sasaran. Itulah yang bisa kita bantu yakni kawal sembako bantuan pemerintah ini agar tidak menyimpang dari tujuan awalnya,” kata Handojo.
Sebab, kata dia, informasi yang diperoleh pihaknya ada banyak persoalan yang terjadi di masyarakat. Seperti ada pendobelan nama penerima, kemudian ada pengurus lingkungan dan RT yang memotong anggaran tanpa melibatkan warga.
“Ini yang kita kritisi. Jangan sampai persoalan seperti ini kembali terjadi. Karena warga berhak mendapat bantuan itu dengan ketentuan yang telah diatur oleh pemerintah,” kata Handojo.
Pengamat Sosial Politik Lingkaran Mardani Indonesia Rai Rengkuti juga ikut menyoroti soal data warga penerima bansos yang saat ini banyak persoalan. Menurutnya hingga saat ini belum ada pemetaan yang jelas mana bantuan bersifat reguler dan mana bantuan khusus.
“Bantuan regulerkan itu yang sudah biasa selama ini. Ada kartu Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Prakerja, dll. Bantuan khusus ya untuk covid 19 ini,” kata Rai Rengkuti.
Menurutnya munculnya kesalahan data selain saja data kurang diupgrate tapi juga karena tidak disosialisasi dengan baik. Seharusnya kata dia warga diberi pemahaman atas bansos yang diberikan kepada mereka.
“Paling penting adalah apa kriteria bantuan tersebut sehingga warga tidak bingung. Kan setiap bantuan bentuknya berbeda dan penerimanya berbeda, kriterianya berbeda, durasinya berbeda dan nominalnya juga berbeda,” bebernya.
Ia juga menyoroti soal penyelewengan dana di lapangan yang bisa menjadi agenda politik terutama untuk pilkada yang sebentar lagi berlangsung. Penggunaan Bansos ini bisa jadi untuk meraup suara nantinya lebih-lebih yang dilakukan oleh para petahana.
“Di daerah mereka akan melakukan kapitalisasi politik bansos. Di sisi lain kemensos pun tidak bisa menjamin bantuan ini dipolotisasi atau tidak? Apakah diberi sanksi seperti menghentikan bantuan atau tidak?” tegas Rai Rengkuti.
Tim Teknis Kemensos RI, Restu Hapsari, membenarkan adanya temuan data yang eror selama penerimaan Bansos terjadi. Kendala utama kata Restu adalah pemerintah di daerah kurang update bahkan tidak diupdate sama sekali.
Ia menambahkan data yang digunakan saat ini seringkali merupakan data beberapa tahun lalu bahkan hingga sepuluh tahun lalu. Akibatnya adalah terjadi tumpang tindih saat bansos itu diberikan.
“Pemerintah pusat sangat hati-hati. Dari 514 kabupaten kota terdapat 285 uang tidak melakukan update. Seharusnya pemerintah daerah mengupdate terus. Malah ada yang sama sekali sudah lama tidak update,” kata Restu.
Ia menyambut baik ide bantuan satu pintu agar data terintegrasi dengan baik dan terjadi sinkronisasi. Dengan demikian penerima bantuan akan tidak ada tumpang tindih lagi.
“Saat ini berbagai kementrian memiliki Bansos dengan sasaran masing-masing. Ide satu pintu sangat baik, persoalannya ini sudah post faktum dan bansos sudah berjalan,” bebernya.
Restu mengharapkan agar kedepannya bansos itu akan satu pintu sebagaimana diusulkam oleh banyak pihak selama ini. Ia juga meminta berbagai pihak untuk mengkawal berjalannya bansos saat ini agar tepat sasar.