Ritual Tiwah Suku Dayak/ Foto Spesial

Ritual Tiwah Suku Dayak, Memahami Kematian dan Perjalanan Jiwa Manusia


Eastjourneymagz.com— Kematian merupakan topik yang akatual sepanjang masa. Suku-suku primat sekalipun memiliki ritual khusus sebagai bentuk penghormatan kepada mereka yang telah meninggal dunia.

Sementara itu dalam konteks agama-agama besar di dunia kematian juga mendapat tempat yang spesial.

Tidak ada satupun manusia yang abadi dan setiap manusia pasti melalui kematian. Semua mengalami kematian itu tanpa memilih entah jabatan, pekerjaan atau dari mana dia berasal. 

Keragaman suku-suku di dunia terutama di tanah air juga memiliki cara yang ragam dalam menghadapi kematian.

Salah satunya adalah suku Dayak. Suku ini memiliki ritual Tiwah sebagai bentuk  menghormati kematian. 

Upacara ini dibuat seturut ajaran kepercayaan Kaharingan yang merupakan warisan leluhur Dayak yang hingga kini diyakini sebagian besar masyarakat suku Dayak.

Keselamatan Jiwa

Dalam kepercayaan Kaharingan, semua orang pasti mengalami kematian dan merupakan akhir dari perjalanan seorang manusia di dunia ini. Pada awalnya  kematian tidak terjadi pada manusia sebagaimana tertuang di dalam mitos Suku Dayak.

Manusia bisa hidup selamanya dan tidak mengenal kematian atau imortalitas. Layaknya kehidupan para dewa manusia hidup abadi di dunia hingga suatu ketika manusia membuat sebuah kesalahan sehingga Dewata marah dan mencabut imortalitas itu dari manusia.

Mulai saat itu manusia mengalami kematian. Akan tetapi tidak berhenti di situ setelah kematian menimpa manusia maka kehidupan setelah kematian itu ada dan untuk itulah ritual tiwah hadir.

Melalui ritual ini, akan menghantarkan jiwa seorang yang meninggal kepada kehidupan abadi. Kematian meruapakan awal untuk melakukan perjalanan ke dunia kekal abadi menjadi tujuan akhir kehidupan manusia yakni Lewu Tatau Dia Rumpang Tulang, Rundung Raja Dia Kamalesu Uhate, Lewu Tatau Habaras Bulau, Habusung Hintan, Hakarangan Lamiang.

Roh manusia akan tinggal di Lewu Liau yang letaknya di langit ke tujuh. Di sanalah dunia kekal abadi yang merupakan dunia roh dan tempat manusia mencapai titik kesempurnaan.

Proses Ritual Tiwah

Berlangsungnya Ritual Tiwah Suku Dayak/ Foto backpackerjakarta.com
Berlangsungnya Ritual Tiwah Suku Dayak/ Foto backpackerjakarta.com

Sebelum melaksanakan upacara tiwah masyarakat Dayak meyakini  tiwah roh belum sempurna perjalanannya jika belum mengalami tiwah. Jiwa mereka yang belum di Tiwah tidak akan berada di lewu tatau bersama Ranying yang adalah dewa tertinggi dalam kepercayaan Kaharingan.

Arwah tersebut masih terjebak di sekitar lingkungan manusia atau dunia saat ini. Kehadiran arwah yang belum ditiwa tersebut akan mengganggu manusia yang ada di dunia dan mengakibatkan kegagalan panen, kelaparan, munculnya berbagai bencana dan penyakit.

Oleh karena itu keluarga yang ditinggalkan memiliki tanggungjawab moral dan sosial terhadap keluarga dan sanak saudara yang meninggal dunia.

Merekalah yang wajib membuat upacara Tiwah itu bagi Lio/Liau/Liaw (Manusia yang telah berganti wujud menjadi arwah) sehingga arwah akan mencapai tempat akhir yakni alam tertinggi yang mereka sebut Lewu Liaw atau Lewu Tatau.

Ada tiga rangkaian yang penting dalam upacara tiwah yakni Salumpuk liaw haring kaharingan (roh rohani dan jasmani), Salumpuk liaw balawang panjang (Roh tubuh/badan) dan Salumpuk liaw karahang tulang (Roh tulang belulang).

Dalam upacara ini semua keluarga akan berkumpul biasanya meliputi oleh keluarga besar. Berbagai hewan akan dikorbankan dalam upacara tersebut yang dipimpin oleh  Basir Duhung Handepang Telun atau Basir.

Basir memiliki kharisma untuk memimpin upacara tersebut. Ia berperan seperti rohaniwan dalam agama-agama besar. Ia sebagai ujung tombak dalam upacara Tiwah, karena itu keluarga sungguh-sungguh memintanya.

Basir Basir Duhung Handepang Telun  memiliki pendamping seperti Basir Upu, Basir Panggapit dan Basir Pendamping. Basir akan mengenakan pakaian kebesaran seperti Raja Pampulau Hawun, Randin Talampe Batanduk Tunggal pada saat ia melaksanakan Tiwah Suntu di Batu Nindang Tarung Kereng Angker Batilung Nyaring.

Upacara tersebut akan memakan waktu berhari-hari. Semakin lama upacara itu dilaksanakan serta intensitas kemeriahannya tinggi juga menunjukan simbol sosial bagi keluarga yang ditinggalkan.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous post Jokowi: Pembebasan Secara Bersyarat Narapidana tidak Berlaku untuk Koruptor
Next post Jokowi Mengucapkan Belasungkawa atas Kepergian Penyanyi dan Musisi Glenn Fredly